Popular Post

Archive for Juni 2013

Semut dan Tonggeret

By : Story Liner


Semut & Tonggeret
   Pada zaman dahulu... di siang hari yang terik, seekor tonggeret bernyanyi-nyanyi di dahan pohon. Di bawah, dilihatnya barisan semut mengangkut butir-butir beras. “Mengapa kalian bekerja begitu keras ?” tanya tonggeret. “Berteduhlah dulu dari terik matahari. Mari kita bernyanyi bersama-sama.” Semut-semut yang tak kenal lelah itu terus saja bekerja.
   “Tidak bisa,” jawab mereka. “Kami harus menyimpan makanan untuk persediaan selama musim dingin.”
   “Ah, musim panas masih panjang,” sahut tonggeret. “Masih banyak waktu untuk mengumpulkan makanan sebelum musim dingin tiba. Aku lebih senang berdendang dulu. Bagaimana kita bisa bekerja di bawah terik matahari sepanas ini !”
   Sepanjang musim panas tonggeret terus bernyanyi, dan semut bekerja. Musim gugur tiba. Daun-daun mulai rontok. Tonggeret meninggalkan dahan yang kini meranggas. Suatu pagi, ia terbangun dengan menggigil kedinginan.
   Musim dingin akhirnya tiba. Tonggeret tertatih-tatih kian kemari mencari makanan. Ia makan beberapa ranting kering, yang tersisa di tanah yang keras membeku. Lalu, salju pun turun. Tonggeret tidak menemukan apa-apa yang dapat dimakannya.
   Pada suatu sore, ketika hari sudah gelap, ia melihat secercah cahaya di kejauhan. Dengan langkah tersuruk-suruk ia menyeberangi salju yang tebal untuk mendekati cahaya itu .Ia mengetuk pintu
 “Tolong, bukakan pintu. Aku kelaparan. Berilah aku makan !” Seekor semut melongok dari jendela.
 “Siapa ? Siapa itu ?”
 “Aku tonggeret.Aku kedinginan dan kelaparan, dan tidak punya tempat berteduh.”
“Tonggeret ? Oh, ya aku ingat. Waktu itu kami sedang bekerja keras untuk menghadapi musim dingin. Apa kerjamu selama itu ?”
“Kerjaku ? Wkatu itu aku bernyanyi. Angkasa dan bumi kupenuhi dengan nyanyianku.”
“Bernyanyi, ya ? “ sahut semut.”Nah, sekarang cobalah menari !”

The End

Sumber : Cergam - Untaian Mestika Kisah-Kisah Termahsyur
By : admin-ST-Rex

Pemain Musik Kota Bremen

By : Story Liner

Pemain Musik Kota Bremen
   Dahulu kala... seekor keledai tua diperlakukan secara kasar oleh tuannya. Karena tidak tahan menanggung penderitaan itu, ia memutuskan untuk kabur. Keledai mendengar bahwa di Bremen dicari penyanyi-penyanyi untuk kelompok musik kota itu. Keledai merasa ringkikannya cukup bagus, maka ia yakin pasti diterima.
   Ditengah jalan ia bertemu dengan seekor anjing kurus. Keledai mengajak anjing itu, “ Ayo, ikut aku ! Engkau pasti diterima, asalkan engkau dapat menggonggong dengan baik !”
   Beberapa waktu kemudian, ikut bergabung juga seekor kucing tua yang sudah tidak gesit lagi. Tiga sekawan ini meneruskan perjalanan ke kota. Di depan sebuah rumah pertanian, mereka bertemu dengan seekor jago yang sedang memekikkan kokoknya ke langit.
“Bagus benar kokokmu ! Mengapa engkau begitu gembira ?”
“Gembira ?” sahut jago itu dengan mata berlinang-linang .”Aku akan direbus dan dimasak menjadi gulai. Maka, hari ini aku ingin menyanyi sepuas hati karena besok aku sudah mati !” Keledai berkata kepadanya, “ Ayo, kabur saja bersama kami! Dengan suaramu yang bagus engkau akan menjadi terkenal di Bremen !”
   Jumlah mereka menjadi empat sekarang. Perjalanan masih jauh dan malam segera tiba. Mereka sangat ketakutan. Mereka berada di sebuah hutan lebat.
   Tiba-tiba di kejauhan terlihat cahaya. Cahaya itu datang dari sebuah pondok. Perlahan-lahan mereka merangkak mendekati jendela pondok itu. Keledai menumpangkan kaki pada ambang jendela. Anjing melompat ke punggung keledai,sedangkan kucing naik ke punggung anjing. Jago terbang, lalu bertengger di atas kucing. Keempat binatang ingin melihat apa yang ada di dalam.
   Pondok itu ternyata tempat persembunyian segerombolan perampok. Mereka sedang berpesta pora untuk merayakan rampokan mereka. Keledai dan ketiga sahabatnya menjadi sangat bersemangat ketika mereka melihat makanan di meja.

   Kepala keledai melongok masuk ke dalam jendela sehingga kawan-kawannya terlempar menimpa lampu. Lampu padam. Ruangan menjadi gelap dan gaduh, keledai meringkik karena hidungnya luka tergores kaca, anjing menyalak dan kucing memeong. Jago pun berpetok-petok.
   Para perampok terkejut, lalu lari sambil berteriak, “Hantu ! Hantu !” Keempat binatang itu melahap sisa makanan sampai kenyang.
   Selanjutnya, ketika empat sekawan itu tertidur, salah seorang perampok kembali dengan mengendap-endap ke pondok itu untuk melihat apa yang terjadi. Ia membuka pintu, lalu masuk, dan melangkah menuju perapian sambil menggenggam pistol. Ia melihat mata kucing bersinar di kegelapan, dan mengiranya bara api. Ia mengulurkan sebatang lilin ke mata itu, dan seketika kucing itu mencakar mukanya. Ia terjengkang menjatuhi anjing, sedangkan pistolnya terlontar dari tangannya, lalu meletus. Gigi tajam anjing mencengkam betisnya. Keledai meyepak keras-keras sehingga penjahat itu terlempar ke luar pintu.
“Lari ! Lari !” teriak permapok itu. “Di dalam ada nenek sihir yang mencakar mukaku,ada jin yang menggigit kakiku, dan ada hantu yang memukul pantatku dengan tongkat besar ! Lalu...” Tetapi kawan-kawannya tidak mendegarnya lagi. Mereka sudah lari tunggan-langgan ketakutan.
   Dengan demikian, keledai, anjing, kucing dan jago menempati rumah itu. Mereka menemukan uang yang ditinggalkan para perampok. Dengan uang itu  mereka dapat membeli makanan, dan mereka hidup bersama-sama sampai bertahun-tahun

The End

Sumber : Cergam - Untaian Mestika Kisah-Kisah Termahsyur

By : admin-ST-Rex



Sidang Para Tikus

By : Story Liner

Sidang Para Tikus

   Pada Suatu hari... ada seekor kucing besar. Ia sering berkeliaran di peternakan. Setiap kali ia datang, tikus-tikus menjadi kalang kabut. Tak seekor pun berani meninggalkan liangnya. Tikus – tikus takut kalau-kalau jatuh ke dalam cengkeraman binatang bengis itu.
   Para tikus sepakat untuk berkumpul dan membicarakan masalah itu serta mencari jalan untuk mengatasinya. Pada suatu hari, kucing itu tidak datang, maka seluruh warga tikus berkumpul di ruang rapat. Mereka yakin bahwa mereka sanggup memecahkan masalahnya, maka masing-masing mengajukan usul :
   “Mari kita buat perangkap raksasa !” usul salah satu tikus. Tikus lain segera menyahut : “ Bagaimana kalau kita racuni dia ?” Tetapi, tidak ada yang tahu racun apa yang dapat mematikan kucing. Ada usul lain : “sebaiknya kita cabut semua giginya,lalu kita potong semua kukunya, supaya ia tidak berbahaya lagi !” Usul ini juga tidak disetujui.
   Akhirnya,tampil seekor tikus yang lebih pintar dari yang lain.Ia merayap ke lampu yang menerangi ruangan itu. Dibunyikannya giring-giring dan minta supaya hadirin tenang : “Kita ikatkan giring-giring ini pada ekor si kucing. Dengan demikian, kita akan selalu tahu di mana ia berada. Kita akan melarikan diri sebelum ia mendekat. Tikus yang paling lamban dan paling lemah pun akan mendengar ia datang dan dapat menyelamatkan diri !”
   Usul tikus yang bijaksana itu disambut dengan tepuk tangan semua memuji gagasan cemerlangnya.
“Giring-giring itu harus kita ikatkan erat-erat supaya tidak lepas !”
“Ia tidak akan datang diam-diam dan mengejutkan kita lagi !”
   Tikus pintar itu membunyikan giring-giring sekali lagi supaya tikus-tikus itu tenang. “ Sekarang, kita harus menentukan siapa yang bersedia memasang giring-giring ini pada ekor kucing ?” katanya. Ruangan menjadi hening. Lalu,mulai terdengar bisik-bisik : “ Aku tidak bisa, soalnya...”
“Aku ? Jangan !” “Aku mau,tetapi...”
“Jangan,jangan aku ...”
“Aku juga jangan !”
   Tak seekor pun berani melaksanakan rencana itu. Maka sidang dibubarkan tanpa ada keputusan. Memang mengatakan gagasan cemerlang itu mudah, tetapi melaksanakannya jauh lebih sulit....


The End

Sumber : Cergam - Untaian Mestika Kisah-Kisah Termahsyur
By : admin-ST-Rex

Anjing yang Loba

By : Story Liner

Anjing Yang Loba

Pada suatu hari... seekor anjing berhasil mencuri sepotong daging di pasar. Daging itu digondolnya ke hutan untuk dilahapnya sendiri, tanpa terganggu. Ia sampai di tepi sungai yang sangat jernih airnya. Secara kebetulan ia melihat pantulan mukanya di air. Ia tidak tahu bahwa ia sedang melihat dirinya sendiri. Ia mengira melihat seekor anjing lain yang menggondol daging sekerat besar.
“Akan kurebut dagingnya,” pikir anjing loba itu. Ia pun terjun ke air. Begitu ia mencebur, tentu saja pantulan itu hilang dan anjing lain bersama dagingnya tak tampak lagi.
Waktu itu ia tersadar bahwa ketika ia menyalak untuk menakuti-nakuti anjing yang lain itu, daging curian yang digondolnya lepas. Arus sungainya deras, dan daging cuiran itu terbawa hanyut. Maunya mendapat dua, sekarang malah tak punya apa-apa.


The End


info: Loba = Tamak;Serakah

Sumber : Cergam - Untaian Mestika Kisah-Kisah Termahsyur
By : admin-ST-Rex

Kucing Bersepatu

By : Story Liner

Kucing Bersepatu

Dahulu kala.... seorang pemilik penggilingan meninggal dunia.Penggilingan itu diwariskan kepada anak sulungnya,keledainya untuk anak kedua, dan si bungsu mendapat bagian seekor kucing

            Si Sulung mulai menjalankan usaha penggilingan itu. Anak kedua pun pergi dengan keledainya untuk mengadu untung... Si bungsu duduk tercenung di atas batu dan mengeluh
“Wah, kucing.Untuk apa kucing ?” Namun, kucing itu mendengar keluhannya dan berkata.
“Jangan khawatir, Tuan ! Apa yang tuan pikirkan ? Aku kurang berharga daripada penggilingan yang hampir bobrok itu atau seekor keledai tua ? Beri aku jubah,topi berhias bulu, karung dan sepatu, maka Tuan akan melihat apa yang dapat aku perbuat.”
Si Bungsu memenuhi semua permintaan itu. Dengan penuh rasa percaya diri, kucing berangkat sambil berkata, “Jangan murung, Tuan ! Sampai jumpa lagi”
Di Jalan Kucing menangkap seekor kelinci liar gemuk,lalu dimasukkannya kelinci itu dalam karung. Ia berlari menuju istana.Diketuknya pintu gerbang, lalu ia menghadap Raja

Sambil mengankat topi dan membungkuk dalam-dalam, ia berkata
“ Duli Tuanku, Pangeran dari Karabas yang termahsyur itu mengirim kelinci gemuk yang bagus ini sebagai persembahan bagi Tuanku !”
“Wah.” Kata Raja, “Terima kasih banyak !”
Keesokan harinya, kucing itu datang lagi dengan membawa beberapa ekor ayam hutan. “ Pangeran dari Karabas yang gagah berani mengirimkan persembahan ini.” Demikian katanya.
Pada hari-hari berikutnya. Kucing Bersepatu secara teratur datang ke istana dengan membawa kelinci,trewelu,ayam hutan dan burung. Semua itu dipersembahkannya kepada Raja atas nama Pangeran dari Karabas. Orang-orang di istana mulai membicarakan bangsawan yang mulia ini.
“Ia pasti pemburu yang hebat !” kata seseorang. “Ia pasti sangat setia pada Raja.” Kata seorang yang lain. Dan yang lain lagi. “Tetapi siapakah dia ? Saya belum pernah mendengar nama itu “
Ratu bertanya kepada Kucing Bersepatu. “ Apakah tuanmu itu muda dan tampan”
“Oh ya, dan dia kaya sekali” jawab Kucing Bersepatu. “Pangeran akan sangat senang kalau Tuanku Raja sudi datang ke purinya.”
Kucing Bersepatu kembali ke rumah tuannya, dan berkata bahwa Raja dan Ratu akan datang berkunjung.
“Apa ?” kata pemuda itu, “ Lalu, apa yang akan kita lakukan ? Begitu melihatku mereka akan tahu betapa miskinnya aku ini.”

“Serahkan saja semua kepadaku.” Jawab Kucing Bersepatu. “ Aku punya rencana.” Beberapa hari lamanya Kucing Bersepatu yang cerdik itu terus mempersembahkan hasil buruan. Suatu hari, ia mendengar bahwa Raja dan Ratu akan mengajak Sang Putri berkeliling dengan kereta pada siang itu juga.
Dengan cepat ia kembali ke tuannya. “ Tuan,bersiap-siaplah!” katanya. “Rencanaku itu harus dilaksanakan sekarang. Tuan hari ini harus berenang di sungai.”
“Tetapi aku tak dapat berenang !” jawab pemuda itu.
“Tidak apa-apa,” kata kucing. “Percaya saja kepadaku !” Kucing Bersepatu mengajaknya ke tepi sungai. Ketika kereta Raja muncul, Kucing Bersepatu mendorongnya ke sungai.
Kucing Bersepatu berteriak, “ Tolong ! Pangeran dari Karabas kelelap ! “ Raja mendengar teriakan itu dan memerintahkan pengawalnya untuk menolong. Mereka tiba tepat pada waktunya untuk menyelamatkan pemuda malang itu. Raja, Ratu, dan Putri sibuk menghangatkan badannya.
Ratu bertanya kepada Putri, “Tidak inginkah engaku menikah dengan pemuda setampan ini ? ”
“Ingin sekali !” jawab Putri. Tetapi, Kucing Bersepatu mendengar kata-kata Raja, bahwa mereka mau menyelidiki dulu apakah ia memang kaya.
Kucing Bersepatu berkata, “Kaya ? Ia kaya raya ! Semua tanah yang Tuanku lihat ini adalah miliknya. Demikian pula puri itu ! Datanglah berkunjung ! Saya tunggu di puri !”
Kucing Bersepatu bergegas lari ke arah puri. Ia berteriak kepada para petani yang bekerja di ladang. “Jika seseorang bertanya siapa tuanmu, jawablah Pangeran dari Karabas !” Maka, ketika kereta Raja lewat, para petani berkata kepada Raja bahwa tuan mereka ialah Pangeran dari Karabas.

Sementara itu, Kucing Bersepatu telah sampai di puri. Puri itu dihuni oleh raksasa penyihir yang sangat kejam. Sebelum mengetuk pintu, Kucing mengingatkan dirinya sendiri, “Aku harus sangat berhati-hati kalau ingin keluar dari sini dengan selamat !” Ketika pintu dibuka, Kucing Bersepatu membuka topinya dan berseru, “Hormat saya, Tuan Raksasa !”
“Mau apa, kucing ?” tanya raksasa dengan galak.
“Duli Tuanku, saya mendengar Tuan memiliki kekuatan besar. Kata orang Tuan dapat berubah menjadi singa atau gajah.”
“Itu memang benar sekali,” kata raksasa itu, “lalu, kenapa ?”
“Wah,” kata Kucing Bersepatu. “Tetapi, saya berani bertaruh, Tuan tak dapat berubah menjadi makhluk yang sangat kecil, katakanlah seekor tikus.”
“O, ya ? Coba, lihat ini !” jawab raksasa itu, dan dengan cepat ia berubah menjadi seekor tikus kecil. Secepat kilat Kucing Berseaptu melompat menangkap tikus itu dan memakannya utuh-utuh. Kemudian ia berlari ke pintu gerbang puri, tepat ketika kereta Raja berhenti di situ. Dengan membungkuk, si kucing berkata, “Duli Tuanku, selamat datang di puri Pangeran dari Karabas !” Raja, Ratu, Putri dan si pemuda anak pemilik penggilingan tadi turun dari kereta. Raja lalu berkata :
“ Pangeran, Anda seorang pemuda tampan, baik hati, dan masih muda. Anda memiliki tanah luas dan  puri indah. Katakan kepada saya, apakah Anda sudah beristri ?”
“Belum,” jawab anak muda itu. “ Tetapi, sebenarnya saya ingin punya istri,” sambungnya sambil memandang sang Putri. Putri itu pun tersenyum kepadanya.
Untuk menyingkat cerita, anak  pemilik penggilingan yang kini bernama Pangeran dari Karabas itu menikah dengan sang Putri dan hidup berbahagia di puri. Dan acap kali Kucing Bersepatu mengedipkan mata sambil berbisik, “Apa kataku, Tuan, saya jauh lebih berharga daripada seekor keledai tua dan penggilingan yang hampir bobrok, bukan ?”


The End

Sumber : Cergam - Untaian Mestika Kisah-Kisah Termahsyur
By : admin-ST-Rex

Berat Segelas Air

By : Story Liner

Saat Stephen R. Covey mengajar tentang Manajemen Stress, dia bertanya kepada para peserta kuliah,

“Menurut anda, kira-kira berapa berat segelas air ini?” Jawaban para peserta sangat beragam, mulai dari 200 gram sampai 500 gram.

“Sesungguhnya yang menjadi masalah bukanlah berat absolutnya. Tetapi berapa lama anda memegangnya,” ungkap Covey.

“Jika saya memegangnya selama satu menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama satu jam, lengan kanan saya akan sakit. Jika saya memegangnya selama satu hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya,” lanjutnya.

“Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat. Jika kita membawa beban terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu terasa meningkat beratnya,” ungkap Covey.

”Yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut. Istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi. Kita harus meninggalkan beban kita, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi. Jadi sebelum  pulang ke rumah dari pekerjaan sehari-hari, tinggalkan beban pekerjaan anda. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok,” lanjutnya.

“Apapun beban yang ada di pundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak. Setelah beristirahat, nanti dapat diambil lagi. Hidup ini sangat singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya. Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di dalam hati kita,” kata Covey.

Sumber : http://www.kisahinspirasi.com/2013/01/berat-segelas-air.html

By : admin-Trainer-K

Kisah Pengorbanan Seorang Ibu

By : Story Liner

Sebuah kisah lama yang patut dibaca dan direnungkan berkali- kali betapa baiknya ibunda kita, bagaimana besarnya pengorbanan ibunda kita dstnya Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan, tahun berapaan udah lupa. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic. Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya).

Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.

Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting.

Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya.

Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.

Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah.

Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, A be melihat sebuah box kecil.
Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang  seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah.

Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.

Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi”. Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket.

Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektronik. Ketika membaca kisah ini di media cetak, saya sempat menangis.


Sumber : http://madiunkingdom.blogspot.com/2012/10/kisah.inspiratif.pengorbanan.seorang.ibu.anak.wajib.baca.html

By : admin-Trainer-K

Keledai dalam Sumur

By : Story Liner

Seekor keledai tua terperosok ke dalam sumur tua. Dia pun menjerit ”EO! EEOO! EEEOOO!” untuk memanggil bantuan. Jeritannya di dengar oleh sang pemilik keledai tersebut. Malang bagi keledai itu, sang pemilik ternyata sudah tidak menginginkannya lagi karena ia sudah tua dan tak berguna lagi baginya. Si pemilik pun sedari dulu berkeinginan untuk menutup sumur tua itu karena dianggap berbahaya. Karena itu, sang pemilik memutuskan untuk mengubur keledai tua itu hidup-hidup. Ia mengambil sekop dan membuang tanah ke sumur itu.
Si keledai terkejut dan ia pun semakin menjerit ”EO! EEOO! EEEOOO!”. Pemilik pun tambah kalap melemparkan tanah ke sumur.
Setelah beberapa lama, si keledai pun berhenti menjerit, dia mendapat akal. Sang pemilik mengira keledai itu sudah mati dan makin semangat menyekop tanah tanpa menyadari bahwa keledai itu, setiap sekop tanah yang menimpa punggungnya, dia menggoyang punggungnya hingga tanah itu jatuh, menginjak-injak tanah itu hingga padat, dan dia pun naik satu inci lebih tinggi.
Sekop tanah berikutnya, jatuhkan, injak-injak dan seinci lebih tinggi. Pemilik keledai itu begitu sibuk menyekop tanah hingga tidak menyadari sepasang telinga mulai tampak di mulut sumur. Ketika pijakannya sudah cukup tinggi, keledai itu melompat dan menendang bokong sang pemilik, lalu melarikan diri.
Pesan dari kisah ini adalah, berhentilah mengeluh ”EO! EEOO! EEEOOO!”. Lihatlah situasi Anda, ubahlah hal-hal negatif menjadi bermanfaat bagi Anda. 

Sumber : http://media.kompasiana.com/buku/2011/04/05/let-go-ego-by-ajahn-brahm-352484.html

By : admin-Trainer-K


- Copyright © Storyline - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan - Edited by StoryLiner -