Popular Post

Archive for Januari 2016

Dua Sisi Koin : School Life

By : Story Liner



 "Masa paling indah .... adalah masa di sekolah"

.

.

.

.


Selesai juga pelajaran Fisika hari ini. Walaupun Cuma praktik Fisika tetapi tetap saja menguras tenagaku. Entah tadi benar atau salah, aku telah menyelesaikan tugasku. Saat berjalan kurogoh kantongku untuk mencari koin keberuntunganku. Tetapi setelah beberapa menit, aku tetap tidak menemukannya. Dengan panik aku terus mencari dan mencari. Aku pun kembali menyusuri jalan yang telah kulalui sebelumnya.
Sekeras apa pun usahaku aku tetap tidak dapat menemukannya. Aku pun terdiam dan tak tahu apa yang harus kuperbuat. Tanpa sadar aku terduduk di koridor depan kelas, tak berani masuk ke kelas karena ada Anna di dalam. Aku tidak berani menemuinya. Aku takut untuk mengakui bahwa aku kehilangan benda berharga dari lambing persahabatan kami. Akhirnya seseorang membuka pintu.
“Levi? Sedang apa kau duduk disitu? Pelajaran selanjutnya akan dimulai. Ayo kita masuk ke dalam kelas”.
Aku tidak berani menjawab perkataannya apalagi menatapnya. Aku masih tetap pada posisi yang sama. Tiba-tiba guru yang akan mengajar di kelas kami muncul dan memintaku untuk masuk ke dalam kelas. Aku pun menuruti perintahnya dan duduk di dalam kelas, tetapi aku masih tidak berani untuk menatap Anna yang duduk disebelahku.
           Bel pulang sekolah pun berbunyi. Anna yang sedari tadi tidak kuacuhkan tiba-tiba menarik tanganku dan berbicara kepadaku, “ Levi, kau kenapa sih? Apakah aku telah berbuat salah kepadamu? Jawab aku. Kumohon”. Dia mengucapakan kata-kata itu dengan muka yang sangat memelas sehingga akhirnya aku mengakui bahwa aku telah menghilangkan benda berharga baginya. Koin berharga itu.
Aku telah bersiap-siap jika dia ingin memarahiku atau bersikap buruk kepadaku. Tetapi saat aku melihat ke arahnya dia hanya tersenyum kepadaku. Aku pun heran melihat sikapnya.
“Jadi hanya karena koin itu hilang kau pikir persahabtan kita akan hilang?”, kata Anna. Aku pun hanya menganggukkan kepala untuk menjawabnya.
“Levi, Levi. Kamu ini bagaimana, sih?? Kau tidak mengerti arti koin dariku itu ya? Maksudku itu adalah sebagai simbol persahabatan kita. Ingat, hanyalah simbol. Bukan berarti jika koin itu hilang maka persahabatan kita berakhir. Kau ini”
Aku pun terperangah mendengar ucapannya itu. Benar juga. Aku begitu bodoh. Tidak berarti jika koin itu hilang maka persahabatan kami juga hilang. Anna mengartikan koin itu sebagai diriku dan dirinya. Dua kepribadian yang berbeda dengan sisi yang berbeda. Bila disatukan tidak akan bisa dipisahkan, sama seperti persahabatan kami. Aku pun tersenyum kepadanya dan berjanji tidak akan bersedih untuk hal-hal yang sepele seperti tadi. Akhirnya kami berdua pun berjalan bergandengan tangan menuju ke luar sekolah bagaikan dua sahabat yang tak terpisahkan.
***********************************************************************************
Beberapa minggu kemudian
Lonceng sekolah pun akhirnya berbunyi menandakan waktu belajar yang panjang di sekolah ini berakhir. Aku yang tadinya dengan sangat gembira membereskan buku-buku pelajaran dan memasukkan buku-buku kedalam tas terhenti karena melihat sesuatu yang aneh pada Anna. Anna yang seharusnya sudah siap menggendong tas dan pulang bersamaku malah berdiri terdiam dan fokus untuk membaca sesuatu di handphone kesayanganya sambil tertawa kecil. Aku yang penasaran melihat tingkahnya yang begitu aneh langsung menarik handphone tersebut dan membuat Anna terkejut dan berkata
“Apaan sih Levi? Kembalikan handphoneku, sekarang!!!” Dengan nada membentak Anna menyerukan kalimat itu dan langsung menarik kembali handphone yang tadinya ada di genggamanku.
Aku berpikir ada yang aneh dengan Anna.
“Ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku, tapi apa itu?”
Aku yang bertanya-tanya apa yang sebenarnya dia sembunyikan malah di tinggal pergi oleh Anna yang menghilang sekitar 30 detik yang lalu. Aku yang menyadari hal itu langsung berlari keluar kelas dan mencari dimana keberadaan Anna.
“Benar-benar ada yang aneh, kenapa dia harus pergi meninggalkan kelas tanpa sepengetahuan diriku?”
Aku yang sangat kesal karena tidak dapat mengetahui keberadaan Anna dimana, pada akhirnya harus merelakan pulang sendiri kerumah tanpa Anna. Rasa penasaranku sangat besar pada saat aku sampai di depan gerbang rumah Anna. Rumahku dan Anna memang tidak terlalu jauh hanya berbeda dua rumah karena itu kami selalu pulang bersama.
Dengan keraguan aku menekan bel rumah Anna dan tidak sabar untuk bertemu dengan Anna. Tapi ada satu hal yang mengganjal diriku bagaimana jika Anna belum ada di rumah?
Pikiran-pikiran aneh mulai mengitari kepalaku dan akhirnya pembantu Anna Bik Ina keluar untuk membukakan gerbang. Aku pun secepat kilat bertanya
“Bik, apakah Anna sudah pulang?”
Bik Ina menjawab “Belum mas Levi, Non Anna belum pulang dari tadi”
Akhirnya pikiran-pikiran aneh yang dari tadi telah mengelilingi kepalaku pun makin bertebaran. “ Kenapa dia belum pulang” bisikku.
Akhirnya aku pun berpamitan dengan Bik Ina dan langsung menuju rumahku. Sesampainya aku di kamar, aku langsung membuka sepatu dan seragamku. Tanpa embel-embel aku pun langsung mencari tempat tidur dan duduk untuk berpikir.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku begitu mencemaskan Anna?” Sambil terus berpikir aku pun bergumam “Apa ini yang dinamakan perasaan cemas?”
“Tapi ini baru pertama kalinya aku terlalu mencemaskan Anna”
“Kenapa pikiranku tak dapat lepas darinya? Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?”
Sambil membenamkan kepalaku diantara kedua tanganku aku pun berteriak, “Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk pada Anna? Aku kan adalah sahabatnya dari kecil, Apa yang bisa ku jawab pada papa dan mamanya Anna?
Tiba-tiba telepon selulerku berbunyi . Aku yang masih terus berpikir tentang Anna menjawab telepon masuk itu dan ternyata yang menelepon itu adalah … Anna?
************************************************************************************
“Anna! Anna kau di mana?” ucapku dengan panik. Tanpa kusadari kakiku berlari keluar dari rumah menuju jalanan bersiap untuk menjemputnya.

“Levi, tenang aku tak apa-apa. Aku menelponmu karena aku ada di Pondok Sejahtera. Bukannya hari ini kau, aku dan Steven janji buat tugas sama-sama? Tadi aku pergi dulu cari barang.”

Perasaan tenang langsung menjalar ke seluruh tubuhku. Lega rasanya tahu dia aman, namun ada sesuatu yang ia sembunyikan. Aku yakin itu, karena sangat jelas dari suaranya. Tapi, kuabaikan hal itu kali ini.

Aku pun sendiri lupa akan janji yang telah kubuat. Aku berjalan ke Pondok sejahtera yang kira kira 500 m dari rumahku.Pondok Sejahtera merupakan restoran yang biasanya jadi tempat belajar kelompok Anna dan diriku. Sambil berjalan aku menelpon Steven untuk datang dan rupanya ia sudah di bersama Anna di pondok.

Saat sampai ke pondok, aku langsung masuk dan melihat Steven dan Anna telah duduk mengerjakan tugas. Aku mendatangi mereka dan melemparkan tasku ke kursi, sebelum duduk di samping Anna.

“Lain kali kalau kau mau pergi, beri tahu aku dulu. Aku sempat khawatir dan ke rumahmu tahu tidak?”

Anna mentapku dengan heran, “Levi, kau bukan ayahku jadi kau tak bisa mengaturku. Selain itu, kau yang membuat janji bukan aku, ingat?”

Aku memegang belakang leherku menatapnya dengan malu, “Yah, maaf, deh. Aku lupa. Tapi, kalau kau mau ke pondok kenapa tak berangkat sama-sama? Kita bisa mampir dulu kau tahu?”

Anna menggeleng tak setuju, “Aku cuma ada urusan sebentar.”

“Tapi,” lanjutku namun Anna menatapku tajam dan membuatku mengurungkan niatku. Steven hanya melihat kami dengan heran sebelum kembali mengerjakan tuganya. Aku mengeluarkan buku tugas dan mulai mengerjakan PR.
************************************************************************************
“Jadi?” tanyaku sambil kutatap ia tepat di mata.

“Jadi?” ulangnya dengan nada yang kugunakan. Kami hanya terdiam memandang satu sama lain. “15,” sebutnya dengan senyuman ia coret angka 15 di kertasnya.

“18, BINGO! Aku menang. Rasakan itu Anna,” teriaku sambil berdiri merayakan kemenangkanku bermain Bingo melawannya. Ya, bingo. Anna dan aku sedang duduk di kelas bermain bingo bersama bertiga dengan Steven. Steven hanya memandangiku sambil mengangkat alisnya.

“Ahh, kau curang,” tuduhnya sambil menyipitkan mata menatapku.

“Bagaimana kau bisa bermain curang di Bingo, Anna?” tanyaku dengan nada kemenangan.

“Akui saja kau memang tak bisa bermain.” Aku tertawa menatap muka masamnya. Steven tertawa bersamaku melihat tatapan dingin Anna ke kertasnya. Sudah dua jam kami mengerjakan tugas atau lebih tepatnya aku bermalas-malasan, mereka mengerjakan tugas. Aku? Aku tinggal menyalin.

“Sudahlah Levi. Nanti kau tak diperbolehkannya menyalin PR, lho.” Steven berkata sambil dan tertawa melihat reaksiku yang langsung terdiam mendengar ucapannya. Anna menatapku dengan tatapan kemenangan dan dengan dramatis menutup bukunya untuk menyimpannya.

“Maafkan aku, Anna. Kau yang terbaik,” ucapku dengan tersenyum polos menatapnya. “Ayolah, jangan begitu. Jangan dengarkan, Steven,” lanjutku saat ia memasukkan barangnya ke dalam tas dan menatap tajam Steven yang berusaha keras menahan tawa.

“Anna kan cantik, baik, pintar, maafin aku ya,” rayuku agar ia meminjamkan bukunya. Aku kedipkan mataku berkali-kali dengan harapan ia mau menyerah.

Anna menatapku dengan geli dan berkata, “Tidak.”

“Tapi…”

“Buat sendiri. Aku pulang dulu. Aku mau masak. Ayahku malam ini pulang dari dinas.” Anna bangkit berdiri dan mendukung tasnya.

“Tapi, Anna. Kau tega kepadaku? Teman baikmu ini?”

Aku menatapnya dengan penuh harap. Ia hanya menatapku tanpa ekspresi sebelum berkata, “Ya, sampai jumpa, Levi, Steven.” Anna berjalan kearah pintu keluar,. Steven tertawa melihatku yang langsung kecewa mendengar ucapanya.

Aku menatapnya dingin dan berkata, “Ini semua salahmu,” dengan nada menuduh. Ia mengangkat kedua tangannya seperti tanda menyerah.
“Aku tak melakukan apapun. Salahmu sendiri tak mau langsung menyalin.”

“Sekarang harus menyalin di sekolah karenamu,” gerutuku sambil melemparkan pensilku ke arahnya.

“Aku ragu kau bisa bangun pagi untuk membuat PR di sekolah,” ucapnya sambil tersenyum. Aku mengerang mendengar itu. Pagi dan Levi bukan teman baik. Setiap pagi aku bertanya-tanya mengapa sekolah harus dimulai jam 07.00 dan bukan lewat pukul 09.00. Apa mereka tak pernah membaca bahwa seseorang membutuhkan waktu tidur delapan jam? Atau itu enam jam? Entalah, aku tak peduli yang penting aku benci pagi.

“Jadi kau dan Anna?” Tanya Steven tiba-tiba.

“Aku dan Anna?” tanyaku heran kepadanya.

“Kalian pacaran?” tanyanya sambil tersenyum lebar sambil menyenggol bahuku berkali-kali. Oke, dia mulai menjadi menakutkan.

“Pacaran? Nggak, kok. Aku itu milik semua wanita, “ ucapku sambil mengibaskan rambutku menekankan maksudku, lalu melanjutkannya dengan berkata, “Lagipula, kami itu lebih seperti saudara.”

“Levi, sahabatku,” Steven merangkul bahuku dan menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kau lebih buta daripada orang buta.”

************************************************************************************
Keesokan harinya aku kesekolah pagi pagi sekali,untung saja ibuku dapat membangunkanku dengan cepat jadi aku bisa bangun pagi untuk menyalin pekerjaan Anna disekolah.Sampai gerbang sekolah aku melihat jam tanganku “Pukul 6.30” gumamku, masih ada setengah jam sebelum jam pertama dimulai. Aku bergegas menuju kelas ku , kelas XII IPA 1 ,sesampainya di kelas aku melihat pemandangan yang sudah tak asing, siswa yang menyalin pekerjaan temannya.Aku segera duduk disamping Anna
“Anna pinjam tugas kemarin dong” pintaku dengan muka memelas
“Ok aku pinjamin,yang cepat ya nyalinnya” jawab Anna sambil tersenyum dengan manisnya
“Sip,kamu kayak meragukan kecepatan menyalinku aja yang nomor satu di kota ini” Aku dan Anna pun tertawa lepas

                Bel masuk pun berbunyi,dan aku sudah selesai menyalin,lega hatiku.Jam pertama pak Jack,guru kimia kami yang mengajar.Ia meminta tugas kami dikumpulkan di mejanya ,kami pun mengumpulkan tugas tersebut dan pelajaran berjalan seperti biasa,aku pikir hari ini akan berjalan seperti biasa sampai kami masuk pelajaran seni budaya.
               
                Pada pelajaran seni budaya,kami disuruh melanjutkan tugas perspektif minggu lalu.Tidak butuh waktu lebih dari 15 menit bagiku untuk menyelesaikan tugas minggu lalu.Aku pun duduk santai sambil tertawa kecil melihat teman temanku yang masih berjuang keras menyelesaikan tugas tersebut.Aku melihat kearah Anna yang terlihat sangat kesusahan.

“Duh salah lagi salah lagi” Gerutu Anna sambil menghapus ulang pekerjaanya
“Sini Anna biar kubantu,nanti kau nggak selesai” aku menawarkan bantuanku,bantuan Levi Nathaniel yang tak perlu diragukan lagi kemampuannya jika itu menyangkut soal menggambar
“Kepalaku pusing Levi,mengapa gambar ini jadi nggak proporsional” gerutu Anna lagi
Hmm sepertinya kamu lupa mengurangi ukuran garismu
“Kayaknya memang begitu haha” Balas Anna dengan polosnya
“Pantesan” Tawaku “Sudah sana buat dulu garisnya nanti aku pandu”

Aku pun memandu Anna menyelesaikan gambar persepetif dua titik hilangnya,sesekali kami bercanda bagaimana aku yang tak pintar bidang akademik tapi jago di non akademik,dan Anna yang sangat pintar di bidang akademik tapi kurang bisa di non akademik.Kami memang dua sisi koin,punya sisi dan gambar yang berbeda namun satu kesatuan yang saling melengkapi

Bel pelajaran pun selesai,aku mengajak Anna pulang bersama,namun di luar dugaan ia ada urusan dengan Steven jadi ia pulang dengan Steven.Ada apa di antara Anna dan Steven ?
************************************************************************************
Keesokan harinya seperti biasa aku kesekolah,namun hal yang tidak biasanya Anna tiba tiba mengajakku ketemuan di kantin pas istirahat.Bel istirahat pun berbunyi,tanpa basa-basi aku langsung ke kantin dan memesan bakso kesukaanku dan Anna sembari menunggu Anna datang setelah selesai mencatat di papan tulis.Beberapa menit kemudian Anna pun datang
“Heii, aku uda pesenin bakso langganan kita nih, ahhaha. Ngomong-ngomong kamu mau ngapain ajak aku ketemuan di kantin? Tumben banget, ahhaha”
“Aku mau cerita sama kamu Lev, hahaha” ucap Anna dengan nada yang sangat gembira. Senyum tak berhenti-berhentinya merekah di mukanya.
“Mau cerita apaa? Cerita aja, kayaknya kamu lagi happy banget hari ini? Cerita-cerita dongg.” Levi yang tidak tahu bahwa cerita tersebut akan sedikit mengejutkan dirinya dengan tidak sabar menunggu serangakian cerita yang akan meluncur dari bibir kecil sahabtnya itu.
“Gini Lev, kemarin kan aku pulang bareng sama Steven. Nah, dia ngajakin aku makan bareng. Ternyata Steven itu so sweet banget loh Vi, hahahah. Nggak kayak kamu, ahhaha.”
Mendengar ucapan Anna, Levi berpura-pura kesal dan mengacak rambutnya Anna yang terurai panjang dan lembut. Entah mengapa, mendengar ucapan Anna, Levi tidak senang sama sekali dan malah merasa sedikit kecewa.
“jadi kamu seneng jalan bareng sama Steven?” balas Levi sambil memandang Anna dengan tatapan mengintrogasi.
“Seneng dong, kayaknya aku tertarik deh sama dia. Ahhaha. Dia baik sih, ganteng, pinter lagi, ahhaha.” Jawab Anna dengan ekspresi yang berbunga-bunga.
Mendengar jawaban Anna yang begitu polos dan begitu gembira, Levi hanya bisa diam dan menyantap makanannya. Anna terus menunggu tanggapan dari sahabat kecilnya itu. Ia mengira sahabat kecilnya ini juga akan ikut gembira dan alngsung menawarkan bantuan. Namun pada kenyataannya Levi hanya diam. Anna yang merasa geram karena merasa dicuekin mulai menegur Levi dan membangunkan Levi dari lamunan diamnya.
“Heii, kamu cuekin aku yaa?”
“Nggak kok, aku cuma lagi makan, hahaha, kamu nggak makan?”
“Makan kok, tapi kamu kasih ke aku komentar kamu dulu dong. Jangan-jangan kamu cemburu ya sama Steven?” Anna memandang Levi dengan tatapan jahil yang membuat Levi tersedak kuah bakso yang sedang ia coba untuk telan. Anna dengan sigap langsung menyodorkan minuman Levi yang ada di depannya.
“Tadi kamu bilang apa? Cemburu? Kamu ngelawak ya? Hahahah. Nggak usah aneh-aneh deh, ahhaha. Cepet makan baksonya, bentar lagi bel loo. Dasar anak kecil.” Levi merasa aneh dengan perasaannya sendiri, jadi dia mengakhiri pembicaraan mereka berdua dengan makan bersama dan sekali-kali Levi akan mengacak poni Anna karena gurauan Anna membuat Levi gemas. Levi berhenti dan menatap Anna yang sedang menyantap baksonya dengan lahap.
“Kenapa aku kayak gini yaa? Apa aku cemburu, seperti yang Anna bilang? Tapi aku dan Anna hanya seperti kakak dan adik. Ya kan? Iya betul, aku dan Anna hanya sekadar kakak beradik, tak ada yang lebih. Ingat itu Levi.” Gerutu Levi dalam hati. Dia pun memukul-mukul pelan kepalanya untuk menyadarkan dirinya. Tiba-tiba terngiang kata-kata Steven waktu itu. ‘Levi, kau lebih buta dari pada orang buta.’ Apa sebenarnya maksud dari kata-kata itu? Levi masih belum menyadarinya.

“Ah sudahlah untuk apa dipikirkan,bikin pusing saja” Seru Levi dalam hati
Hari berganti,Anna dan Steven pun makin sering terlihat jalan berdua.Hal tersebut tentu membuat Levi gusar.Ada rasa cemburu dalam hatinya.Namun,apadaya Levi melihat semua itu,di satu sisi ia berpikir bahwa ia seharusnya bahagia melihat Anna tersenyum ceria bersama Steven.Tapi di satu sisi ia merasa ada sesuatu perasaan yang membuat hatinya perih,perih karena bukan dirinya yang ada di posisi Steven.Rasa itu terus menghantuinya siang dan malam.Levi pun sekarang sering melamun dan bertanya pada dirinya sendiri 'Mengapa hati ini perih ? Mengapa tiada pergi juga perihnya ?'
“Mungkin aku harus bertanya pada Steven pas istirahat nanti kalau soal ginian kan,dia ahlinya” Levi pun memutuskan untuk berkonsultasi pada Steven,orang yang sangat ahli dalam soal hubungan psikologis hingga hingga banyak orang yang berkonsultasi padanya.
"Steven, aku ingin tanya sesuatu padamu " Tanya Levi dengan nada penuh harap bahwa Steven akan memberikan solusi
"Ya Levi,biar kutebak,kau ingin bertanya tentang perasaanmu terhadap Anna " jawab Steven dengan penuh percaya diri
"Umm bagaimana kau tahu ?" jawab Levi dengan raut muka gugup kemerah-merahan
"Semua itu terlihat dari raut wajahmu,akhir-akhir ini kau sering termenung,dan aku lihat,kau melihat Anna dengan pandangan yang berbeda"                                                                                                             "Ya, Steven. Mungkin kau benar" ujarku dengan nada lesu. "Apakah kamu merasakan sesuatu yang tak biasa?" tanya Steven dengan tersenyum jahil. Aku memegang kepalaku dengan dua tangan, berharap kebingungan yang melanda akan hilang. "Levi!" teriak Steven menyadarkanku dari lamunan. "Eh? Kau bicara apa tadi?" tanya Levi keheranan. "Dasar, Levi! Kamu merasakan sesuatu yang aneh atau tak biasa? Berkaitan dengan Anna?" tanya Steven lagi. "Uhm...iya nih. Oh iya, kamu suka Anna ya? Sepertinya akhir-akhir ini kalian terlihat dekat." tanyaku tanpa berpikir panjang. Steven diam sesaat dan hanya tersenyum. Sungguh, aku tak mengerti maksudnya. "Kau masih lebih buta daripada orang buta." ujar Steven. "Maksudmu apaan sih? Aku benar-benar tak mengerti. Mengapa banyak hal yang tak dimengerti akhir-akhir ini?" tanya Levi kesal. "Levi,coba ceritakan mengenai perasaanmu ke Anna." jawab Steven tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan Levi sebelumnya.
"Entahla, Steven. Aku rasa akhir-akhir ini aku merasakan cemburu. Ya, mungkin itu namanya cemburu. Saat aku melihat kamu dan Anna jalan berdua, hatiku seperti tersayat dan panas. Jujur, saat itu aku merasa cukup kesal." cerita Levi dengan nada pelan. "Jika engkau menyukainya, tentunya kau harus berusaha." ujar Steven dengan mimik wajah serius. "Apa maksudmu? Aku menyukai Anna? Mungkin itu hanya cemburu sebagai sahabat, bukan cemburu yang berbau hal lain." jawabku berusaha membela. "Levi, percaya atau tidak, aku rasa kau menyukai Anna." ujarnya dengan senyuman tipis. "Tapi..." Belom sempat aku menyelesaikan kata-kataku Steven malah pergi dan berteriak "Aku pulang ke kelas dulu ya,!". Dasar Steven! Aku sungguh belum puas bercerita dengannya. Aku menatap Steven yang terus menjauh sebelum akhirnya hilang tak terlihat lagi.
Cuaca sekarang tampak tidak baik. Awan gelap seperti beramai-ramai datang ke tempatku berada. Tangisan dari langit setetes demi setetes membasahi bumi. Sepertinya, langit juga sedang bersedih. Sama sepertiku.
***********************************************************************************

Aku pun kembali ke kelas untuk melanjutkan KBM yang masih tersisa 3 jam pelajaran lagi.
"Tring..ring...ring....Tring...ring...ring....It's time to go home, come back tommorow with new morning spirit".
 "Huh...akhirnya penderitaan berakhir dan sepertinya hujan sudah berhenti hehehe ".
 "Kau tak pernah berubah, Vi. Kau selalu seperti terlahir kembali kalau mendengar bel pulang.", kata Anna. "Kau tau aku paling tidak suka dengan pelajaran Fisika dan kawannya, Matematika.", jawab Levi. Anna mendengus, "Aku prihatin melihatmu, sudah mau tamat SMA kau tetap saja malas-malasan. Mau jadi apa kau besar nanti, Vi!". Anna kembali menyeramahiku untuk sekian kalinya. Sebenarnya aku ingin berubah menjadi lebih rajin dan lebih giat, tapi tetap saja kedua pelajaran itu bagaikan "horror" bagiku. Anna sudah beberapa kali mengingatkanku untuk mengurangi rasa tidak sukaku terhadap kedua pelajaran itu. Tapi tetap saja itu bukanlah hal yang mudah karena sepertinya telah menempel kuat di sel-sel otakku.
               Seperti biasa hari Rabu dan Sabtu teman karibku dari eskul yaitu Rangga,Joe,Freza, dan Leo, selalu mengajakku bermain futsal tiap pulang sekolah dan ini hari Rabu . Itu adalah hal yang sulit kutolak. Bermain futsal adalah cara yang ampuh untuk menjernihkan pikiranku dari kejenuhan belajar seharian di sekolah. Walaupun aku tidak pandai dalam hal akademik, aku cukup berbakat di non-akademik seperti menggambar,seni musik dan olahraga terutama futsal . Aku selalu menjadi pemain andalan di timku. Anna pun sangat mengagumi bakatku itu. Wajahnya sangat berseri-seri melihatku menggiring bola, melewati musuh-musuhku, dan mencetak gol. Wajah yang sangat bertolak belakang ketika melihatku mengerjakan soal fisika.
“Bro ikut futsal nggak ? hari ini kita lawan tim Poseidon FC” Tanya Rangga
“Pasti ikutlah bro,tanpa aku kalian bisa apa hahaha” Jawab Levi dengan ekspresi bangga
“Yaelah bro,tanpa aku kamu juga nggak bisa dengan muda menyerang ” gerutu Rangga
“Udah udah,berhenti bacotnya ayo cepat ke lapangan” Ucap Joe
“Anak anak yang lain ikut nggak ? si Nando ? Nico ? Richard ? Kevin ? “ Tanya Leo
“Si Nando sama Richard pasti ikut,si Nico mau pulang dulu ntar dia nyusul,Kevin masih nggak pasti” Jawab Freza

        Kami pun segera ke lapangan,tidak lupa aku mengajak Anna menonton, setelah melakukan pemanasan kami pun bermain,Poseidon FC bukanlah lawan yang muda ,mereka berhasil merebut juara dua kejuaraan Galaxy,kejuaraan futsal di sekolahku,ya walaupun tim kami RDFC berhasil merebut juara satu kemarin,tetap saja kami tidak boleh meremehkan lawan kami
Pukul tiga lewat sepuluh aku selesai bermain. Anna sepertinya sudah pergi. Aku heran ia pergi begitu saja di sela-sela pertandinganku. Biasanya ia selalu menungguku selesai bermain dan pulang bersama. Aku jadi penasaran.

************************************************************************************
Kulihat langit kembali meneteskan air matanya, aku pun ikut mobil Rangga pulang kerumah,sesampainya di rumah aku hanya duduk dekat jendela termenung dengan  sesekali memetik gitar klasikku,melantunkan melodi yang cukup merdu namun menambah suasana galau.Aku pun mulai  memikirkan apa yang kubicarakan dengan Steven tadi. "Apa iya aku suka dengan Anna?", "Apa iya ya? Toh kami hanya sekedar sahabat?" Tak lebih dari itu pikirku, namun aku semakin ragu, apakah rasa panas dan cemburu yang kurasakan itu hanya sekedar rasa cemburu seseorang sahabat?. "Leviiiiiiiiii......!!!!!!!!" Teriak ibuku yang memecah keheninganku yang tengah bergulat keras. "Levi, kemari, ibu membutuhkan bantuanmu nak!". Mendengar hal itu, aku pun langsung beranjak dari jendela kamarku keluar dan menuju dapur dimana ibuku berada.

"Levi, kamu tolong pergi ke minimarket di dekat rumah kita ya lalu tolong belikan kecap asin ya, ibu membutuhkannya untuk menyiapkan makan malam kita". "Hei nak, kamu dengar tidak?" Ucap ibuku sambil menyenggol halus perutku, eh iya iya ma segera kulakukan. Aku pun mulai beranjak ke mini market tersebut, ibu salah jika bilang tempat itu adalah tempat yang dekat, ak menghabiskan 15 menit untuk berjalan kaki kesana pikirku. Setelah sampai ke minimarket tersebut, ak segera beranjak menuju stand makanan dan mulai mencari kecap.

Aku mulai berpikir, tadi mama menyuruhku membeli kecap apa ya? Manis atau asin ya? Ucapku dalam hati. Aku tidak terlalu memperhatikan perkataan ibuku tadi. Ya sudah, aku beli saja keduanya pikirku. Lalu aku juga mengambil beberapa snack kesukaanku namun seketika itu juga nampak sesosok yang kukenal berjalan melewati pintu depan minimarket. "Itu......... Steven dan Anna bukan? Apa yang mereka lakukan berdua?" Ucapku dalam hati yang tak habis pikir akan hal tersebut, segera kubayar barang belanjaanku lalu pulang sesegera mungkin. "Ibu pasti sudah menantikanku, aku harus cepat segera pulang", aku terus memikirkan kata-kata Steven, dan mengingat mereka berdua yang tengah berjalan tadi. Kembali kumerenung.

"Kamu harus berusaha" ingatku akan ucapan Steven tadi, maksudnya apa sih pikirku. Apaaa? Apa yang ia maksud berusaha mendapatkan hati Anna? Atau berusaha bersaing dengan Steven? Banyak pertanyaan yang tak terjawabkan dan mulai muncul di benakku sekarang.

************************************************************************************
"Maaa bukakan pintunya", ujarku sambil mengetuk pintu rumah.
"Iya, Levi. Sebentar. Mama lagi di dapur"

Beberapa menit kemudian, pintu rumah dibukakan.

"Ini, Ma.", sambil menyodorkan kantong minimarket berisi kecap asin dan kecap manis. Aku juga mengambil beberapa makanan ringan yang masih tertinggal di dalamnya.
"Levi, kok kamu beli kecap manis juga?"
"Iya, Ma. Aku lupa mama menyuruhku membeli kecap yang mana.", ujarku sambil menaiki tangga.
"Kamu ini seperti orang yang sedang jatuh cinta saja. Jadi lupa segalanya.", ujar mama sambil tersenyum.

Kata-kata mama tadi mulai menjalari pikiranku. Benarkah aku jatuh cinta? Sejenak, aku terdiam membatu di tangga. Mama masih memandangiku dari dapur.

"Kenapa belum naik, Nak?", ujar mama kebingungan.
"Ehmm iya, Ma. Levi naik sekarang.", ujarku sambil memegangi kepala.

Sesampainya di kamar, aku menatap Loki, anjing Pomeranian kesayanganku. Tatapanku kosong karena masih membayangkan wajah Anna. Tiba-tiba, ponselku berdering. Itu BBM dari Anna.

“Levi,besok jangan langsung pulang dulu ya,ada yang pingin aku diskusikan sama kamu”

Jantungku pun berdegup kencang,hal apakah yang ingin dibicarakan Anna ?

Akhirnya, sepanjang malam itu aku hanya bisa menduga dan menerka apa yang direncanakan oleh Anna (dan Steven juga mungkin).

Besok harinya, tidak seperti biasanya aku bisa terbangun pukul 6 pagi. Setelah mandi dan sarapan, aku pun bergegas pergi ke sekolah, tidak sabar dengan hal apa yang ingin dia diskusikan. Setelah jam pertama dimulai, aku baru sadar kalau hari ini Anna absen dari sekolah. Hal itu menambah rasa curigaku atas "sesuatu" yang direncanakan Anna.

Pada jam istirahat, kembali handphoneku berdering. Ternyata ada satu pesan singkat lagi dari Anna. Dia memastikan bahwa aku benar-benar akan bertemu dengannya. Pesan itu kubalas singkat dengan kata "Iya".

Detik-detik terakhir sebelum bel pulang sekolah terasa sangat membosankan. Ditambah lagi dengan monolog dari guru pelajaran yang bahkan kutak mengerti apa yang dijelaskannya. Kutatap terus jam dinding di atas papan tulis, menunggu waktu ini tiba.

Akhirnya, bel pulang sekolah pun berbunyi juga. Aku langsung pergi ke kantin di bawah sekolah. Di bawah ternyata telah menunggu Anna dan Steven yang membawa satu kotak besar. Apakah gerangan isinya?

Tiba-tiba Anna dan Steven berteriak bersama-sama, "Kejutan!", sambil membuka kotak tersebut. Ternyata itu adalah kue ulang tahunku.

"Kami memang sengaja absen hari ini untuk mempersiapkan hal ini. Kue ini kami buat sendiri lo, khusus untuk kamu.", kata Anna. Steven menambahkan, "Apakah kamu lupa kalau hari ini hari ulang tahunmu?"

"Iya nih, hehehe. Akhir-akhir ini aku sedang sibuk membuat tugas yang menumpuk sehingga ulang tahunku saja terlupakan."  Anna dan Steven kompak tertawa.

Perayaan ulang tahun lalu dilanjutkan dengan prosesi meniup lilin dan memotong kue ulang tahun. Tak lupa kuucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada mereka. Di dalam hati, aku minta maaf pada mereka karena kemarin telah berprasangka buruk.

“Kami sudah siapin ultahmu dari jauh jauh hari lho” Ujar Steven “Nih ada beberapa kado spesial untukmu” tambahnya lagi

Benar saja,sebuah gitar listrik merek Fender Squier berada di depanku,hatiku senang bukan main karena aku sudah memimpikan gitar ini sekian lama

“Gila lu ven,ini kan mahal bener pasti” Jawabku dengan rasa senang yang meluap luap
“Hahaha biar instrument di rumahmu lengkap,jadi nanti bila aku main ke rumahmu kita bisa full band “

        Seperti yang aku katakan sebelumnya ,aku memang tidak pintar di hal akademik,namun aku sangat berbakat di bidang non akademik salah satunya adalah seni musik,biasanya aku dan Steven suka ngeband di studio setiap hari Sabtu,namun dengan adanya gitar ini,lengkaplah sudah studio di rumahku

“Nah jika kamu berpikir hadiah itu sangat berharga,itu belum seberapa dibandingkan benda yang akan kutunjukkan ini” Jawab Steven dengan bangga

Steven pun mengeluarkan sesuatu dari kantongnya,dan ternyata benda itu adalah koin persahabatan pemberian Anna untukku yang kupikir hilang

"Levi,apakah koin ini punyamu ?" tanya Steven dengan muka tersenyum
Levi pun spontan berteriak " Koin itu,dari mana kau menemukannya ?"
"Aku melihatnya terjatuh ketika kau ingin memasukkannya ke kantong saat menuju lab. fisika tempo hari,awalnya aku ingin mengembalikannya namun Anna menyuruhku untuk tidak mengembalikannya sampai ulang tahunmu,makanya lain kali kalau jadi orang jangan teledor hahaha" sindir Steven

Aku pun ikut tertawa dan sesekali melihat Anna yang tersenyum manis.Anna pun mengeluarkan sesuatu dari tasnya

"Aku hanya ingin memberimu ini bukanya nanti di rumah ya ", jawab Anna sambil mengeluarkan sepucuk amplop dari dalam tas ungunya."
"Amplop apa ini?", jawabku penuh tanya.
"Buka saja sendiri hehehe.", jawabnya sambil tertawa kecil.

Sesampainya di rumah, aku terduduk di sofa ruang tamu dan membuka pelan-pelan surat itu. Aku takut amplop merahnya terkoyak.

Betapa terkejutnya aku melihat isi amplop itu.
Mengapa banyak foto kami?

"Oh! Ada surat di dalamnya!", kataku spontan.

************************************************************************************

"Hai sahabatku Levii.. ingatkah foto foto itu.. itu adalah foto foto persahabatan kita sejak kecil , aku sangat merindukan momen momen itu Levi. Ku lihat kau akhir akhir ini kau agak menjauhi ku.. Maafkan aku Levi jika aku ada salah atau menyakiti hatimu.. dari sahabat tercintamu Anna"
Air mata ku menetes sedikit. Aku langsung berdiri dan berkata "Aku harus menemui Anna"

Langsung ku ambil ponsel ku dan bergegas menelepon Anna.. berkali kali aku menelpon tetapi tidak tersambung.. hanya ada suara "nit nat nut" yang kudengar. Jantungku semakin berdebar kencang.. setelah ku telpon beberapa kali akhir nya anna mengangkat telpon ku..
Aku pun langsung berkata "hai Anna"
ia menjawab "hai Levi.."
"Aku telah membaca suratmu Anna. Sebenar nya aku sedikit cemburu "
"Cemburu dengan siapa Levi"
jawabku "Aku cemburu melihat kau sangat dekat dengan Steven"
Anna menjawab "Asal kamu tahu Levi aku sangat menyayangimu ,aku dekat dengan Steven karena aku suka bercerita dengan nya tidak lebih"
aku pun spontan bertanya "Siapa yang kau ceritakan ?"
Ia menjawab "Kau Levi.."
aku agak terkejut dengan jawabannya, lalu ia melanjutkan pembicaraan nya "Aku suka curhat dengan Steven tentang dirimu yang semakin lama semakin menjauhi aku Levi emangnya aku ada salah apa ?"
 Aku belum sempat membalas nya tetapi ia langsung menutup telpon nya.
Aku pun bergegas pergi kerumah nya,namun sebelum aku sempat pergi ibuku mencegatku

“Leviiiii, ke dapur sekarang”
Aku segera menuju dapur dan ternyata ibuku sudah menyiapkanku kue ulang tahun
“Happy Birthday Levi anak mama tersayang” Ibuku langsung memlukku dan menciumku di pipi
“Ma Levi bukan anak kecil lagi” Jawabku agak jengkel namun juga senang
“Ayo tiup dulu kueny,jangan lupa make a wish ya”

        Aku pun meniup lilin kue tersebut,permohonanku aku hanya memohon Tuhan memberikan yang terbaik untuk keluargaku dan orang orang yang kukasihi,setelah itu aku pamit pada ke ibu,aku berpikir aku akan membelian makanan kesukaan Anna. Aku segera pergi menuju ke rumah makan untuk membeli makanan kesukaan Anna.
"Mas, nasi dan chicken teriyakinya satu. Bungkus ya. Berapa, Mas ?"
"Semuanya Rp.47.000,00 Mas"
Setelah kubayar aku pun langsung naik ke mobil. Lalu aku mampir ke toko coklat dan ku beli sejumlah coklat vanilla kesukaan Anna. Aku melanjutkan perjalananku ke rumah Anna. Sesampai nya di sana hatiku agak terguncang dicampur kecemasan dan keringat dingin. Aku mengetuk pintu rumah nya dan Anna pun keluar aku mengatakan "Hai" kulihat dirinya sedikit gugup
"Ayo masuk Lev.."
"Hmmm aku mau meminta maaf selama ini sikap ku agak berbeda"
"Ia gak apa apa udah aku maafin kok"
"Ini aku bawa makanan kesukaan kamu"
"Wah beneran nih ? Maaf ya ngerepotin"
"Ia gak apa Anna" dengan tersenyum
"Ini aku juga membawa beberpa tugas untuk kita kerjakan"
"Yuk, kita kerjakan"
kami pun mengerjakan tugas itu , di tengah tengah pengerjaan tiba tiba Anna memolet muka ku dengan coklat yang tadi ku beli. Aku pun membalas nya dan kami tertawa bahagia.
Tak terasa haru sudah larut aku pun pamit untuk pulang "Hmm kayak nya langit udah gelap aku pamit pulang dulu yaa"
"Ia Lev selamat malam,sekali lagi selamat ulang tahun ya"
Sesampai di rumah aku senyum senyum sendiri , ibu bertanya "Hei Levi kenapa kamu ini senyum senyum sendiri kayak orang lagi jatuh cinta aja "
Aku tidak menghiraukan Ibu dan masih tersenyum saja.

*************************************************************************************

Aku lalu masuk ke dalam kamar, meninggalkan ibu dengan wajah berseri-seri. Hari ini adalah hari paling indah yang dapat aku rasakan bersama Anna..Hari ini juga, aku mengetahui bahwa Anna memiliki perasaan yang sama dengan apa yang aku rasakan. Perasaan itu....perasaan yang selama ini aku pendam...akhirnya terjawab sudah.

        Lamunanku membayangkan saat-saat bersama Anna tiba-tiba terhenti oleh suara dering ponsel yang mengejutkan. Kulihat ada nama Anna di layar ponselku. Aku senang bukan kepalang mengetahui Anna mengirimkan sebuah pesan singkat.
Aku langsung membuka pesan itu dengan tidak sabar.
"Levi, kamu sudah sampai di rumah?
"Sudah :)", balasku singkat.
Pesan itu lalu berlanjut...
"Levi, terimakasih ya sudah meluangkan waktu untuk datang ke rumahku :)", balas Anna.
"Sama-sama, Anna. Aku juga berterimakasih karena ternyata kamu mau mengisi waktu bersamaku hari ini :)"
"Aku sama sekali tidak keberatan, karena....aku sangat bahagia bisa mengisi waktu bersamamu."
"Aku juga...sekarang sudah pukul 11 malam. Sebaiknya kamu beristirahat, Anna. Selamat malam dan selamat beristirahat :)"
"Selamat malam juga, Levi. Sampai jumpa besok :)", balasnya mengakhiri pesan.             



        Lalu aku teringat saat bercerita dengan Anna tadi. Sangat senang memikirkannya. Tapi dibalik kesenangan itu………..
     

GEDEBUUUK !!!!!!!

Aku terkejut mendengar suatu suara yang keras, aku segera menuruni tangga,ternyata ibuku tak sadarkan diri,aku coba membangunkannya tapi tetap tak bisa,
“Ma Mama,sadar ma,sadar ma …. TOLOOONG TOLOOOONG !” Teriakku sambil menangis
aku berteriak minta tolong namu tak ada yang mendengar, akhirnya aku segera menelpon ambulans sambil mencucurkan air mata,ibuku dibawa ke rumah sakit oleh ambulans namun naas ibuku sudah meninggal ketika sampai di rumah sakit.

Dokter mengatakan ibuku ternyata punya sakit jantung dan ternyata mamaku sering check up disini tanpa sepengetahuanku. Tapi kenapa mama tidak pernah cerita kepadaku dari dulu. Aku sangat bingung kali ini, tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan.Hatiku rasanya remuk

************************************************************************************

To be continued
Previous : Prologue

- Copyright © Storyline - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan - Edited by StoryLiner -